Wednesday, May 28, 2014

Masa Depan Yang Menguncangankan

Future Shock is a book written by the futurist Alvin Toffler in 1970. In the book, Toffler defines the term "future shock" as a certain psychological state of individuals and entire societies. His shortest definition for the term is a personal perception of "too much change in too short a period of time". 

The book, which became an international bestseller, grew out of an article "The Future as a Way of Life" in Horizon magazine, Summer 1965 issue.

The book has sold over 6 million copies and has been widely translated. A documentary film based on the book was released in 1972 with Orson Welles as on-screen narrator. Development of society and production.



Alvin Toffler distinguished three stages in development of society and production: Agrarian, Industrial and Post-industrial. 

The first stage began in the period of the Neolithic Era when people invented agriculture therefore people passed from barbarity to a civilization. The second stage began in England with the Industrial Revolution where people invented the machine tool and the steam engine. The third stage began in the second half of the 20th century in the West where people invented automatic production, robotics and the computer. 

Services sector received the great value. Toffler proposed one criterion for distinguishing between industrial society and post-industrial society: The share of the population occupied in agriculture versus the share of city labor occupied in a services sector. 

In a post-industrial society, the share of the people occupied in agriculture doesn't exceed 15%, and the share of the people occupied in a city labor services sector exceeds 50%. Thus, the share of the people occupied with brainwork greatly exceeds the share of the people occupied with physical work in post-industrial society.


Tuesday, April 1, 2014

Para Peramal Matematis

Betullah jika begitu analisa bahwa era futurologi telah semakin meredup. 

Buku Toffler yang dulu begitu dipuja, sekarang tak disepakati oleh sebagian besar orang. 

Kini, banyak orang telah merasakan bahwa hasil teknologi mutakhir, mulai dari televisi, pil KB sampai transistor, telah membawa perubahan yang tidak terlalu mengganggu kehidupan mereka. 

Justru, masyarakat merasa telah belajar mengendarai roket inovasi. 

Kemajuan sains dan teknologi tidak sepenuhnya mengejutkan pemikiran. 

Toh, inovasi terus berlanjut. 



Dalam 10 tahun terakhir ini saja, terlihat bahwa lompatan inovasi dalam sejarah manusia tidak hanya tentang internet tapi juga pada pengkodean gen manusia dan kloning gen yang telah melahirkan domba Dolly. 

Sangat masuk akal untuk membuat asumsi, seperti yang diungkapkan seorang penulis sains-fiksi, 
Arthur C. Clarke.

“Saya jarang memprediksi masa depan, saya lebih cenderung memprediksi atau memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan dari apa yang terjadi pada hari ini,” katanya. 

Itu artinya, memprediksi masa depan tetap diperlukan tapi tidak dengan metode kaum futuris yang hanya berlandaskan keyakinan semata, bukan berdasarkan perhitungan matematis. 

Buktinya, dengan perhitungan matematisnya, teknik meramal yang ditelurkan para futuris itu sekarang banyak digunakan secara luas tak hanya oleh pelaku bisnis, tapi juga oleh lembaga-lembaga pemerintah. 

Banyak perusahaan mulitinasional mempekerjakan para peramal matematis yang bertugas memprediksi apa yang terjadi di masa depan pada 10, 25 atau bahkan 50 tahun kemudian. 

Pada dekade yang lalu, ketika perekonomian Jepang terguncang, banyak orang memprediksi bahwa ekonomi Amerika akan sepenuhnya mendominasi perekonomian dunia. Buktinya? Tidak juga. 

Justru sekarang ini, banyak sekali para visionaris yang berpendapat bahwa pada tahun 2025 mendatang, Chinalah yang akan menggantikan USA sebagai penggerak utama perekonomian dunia.

Juga di bidang rekayasa genetika. Berdasarkan atas apa yang telah terjadi hari ini pada banyak laboratorium, sangat mungkin sekali “Sesuatu yang Besar Berikutnya” (The Next Big Thing) akan datang dari bidang rekayasa genetika. 

Sistem fertilisasi in vitro telah memberi ruang dan kemampuan yang lebih luas bagi para ilmuwan untuk menciptakan sebuah embrio dalam sebuah petri dish. 

Bahkan suatu ketika sangat mungkin mereka membuat beberapa embrio sekali jalan. Bahkan, dengan teknologi genetika yang semakin berkembang sangat memungkinkan bagi seorang ilmuwan untuk memperbaiki karakter genetika sesuatu makhluk hidup. 

Yang ini, sekarang ini sudah terjadiwalaupun kemajuan di bidang ini membuka peluang pelanggaran kode etik ilmu pengetahuan oleh para ilmuwan nakal, misalnya, debut mereka untuk mulai menciptakan manusia kloning pertama yang sangat mengganggu banyak orang itu. 

Yang jelas, tulis Fred Guterl lagi, setiap inovasi dan perubahan akan memiliki dampak yang sangat luas. Bagaimanapun, dengan cara yang lebih baik, futurologi masih diperlukan tapi dengan asumsi-asumsi ilmiah dan perhitungan yang tepat. Namun, apa yang dikatakan Toffler pun tampaknya masih relevan:

Siapa tak berteknologi, ia akan merasa terasing di dunia yang penuh dengan kemajuan teknologi

Sumber:

Kalipaksi

Monday, February 17, 2014

Memprediksi Masa Depan

Namun tak sedikit prediksi para futuris yang gagal. 

Pada tahun 1970 juga, seorang fisikawan Columbia University memprediksi bahwa pada tahun 2000 akan lahir bayi pertama yang dilahirkan di planet buatan. 

Tak sedikit para futuris yang tampaknya berteori lebih dengan dasar mimpi-mimpi belaka mereka. 

Sepuluh tahun saja, para futuris itu begitu mendapat tempat. Sesudah itu, anggota forum futuris internasional merosot drastis dari 60 ribu orang menjadi kurang dari setengahnya. 

Bahkan Departemen Studi Masa Depan (Futurologi) pada Universitas Carolina Selatan telah membubarkan diri.

“Lebih baik menggunakan kepekaan yang lebih riil bagi kita untuk membuatnya,” kata Michael Marien, editor pada majalah Future Survey yang diterbitkan forum futuris.

“Sejatinya, futurologi tidak pernah berkembang. Lebih baik bagi kita untuk membelanjakan uang kita untuk masa kini,” lanjutnya. 

Futurologi yang hanya berdasarkan pada keyakinan saja pun telah ditinggalkan. Toffler, misalnya, tak lagi punya best seller. 

Tempat bagi kalangan futuris semakin menyempit. Marvin Cetron, satu dari futuris terbaik yang pernah ada memprediksi bahwa Shah Iran akan jatuh. Prediksinya didasarkan atas beberapa indikator seperti meningkatnya jumlah tentara bayaran di Iran, tingginya angka pengangguran dan jurang pendapatan yang terlalu lebar. 



Namun masa keemasan mereka telah lewat. 

Sekarang, Cetron kembali membuat prediksi. Katanya, Kerajaan Arab Saudi akan jatuh, berdasarkan indikasi-indikasi yang hampir sama ketika ia memprediksi kejatuhan Shah Iran.

“Namun, siapa yang akan mendengarnya?” tulis Adam Piore, juga di Newsweek. 

Toh, forum bagi futuris tak mati padam total. Tahun 2002 lalu, mereka masih berkumpul. Sayangnya, prediksi yang tidak relevan masih saja muncul sehingga membuat citra futuris tak kunjung terangkat kembali. 

Seperti ramalan ‘tak masuk akal’ Joseph Coates, misalnya, bahwa suatu saat tidur akan dimanipulasi menjadi sebuah kegiatan yang bisa meningkatkan produktivitas. 

Bisakah? 

Tak urung, pernyataan Joseph itu pun menuai kritik dari rekan sesama futuris.

“Joseph telah memprediksi apa yang akan terjadi ‘seribu tahun’ yang akan datang tanpa kepastian,” kata Ann Coombs, seorang futuris lainnya mengomentari Joseph Coates. 

Seorang futuris lain dari New Jersey membuka forum diskusi tentang kemungkinan kolonisasi di Mars. 

Bahkan sekelompok lainnya lagi, berdiskusi tentang kemungkinan Menopause bagi Pria. 

Ada lagi futuris dengan sinisnya memprediksi bahwa di era pascamilenium ini dunia masih akan diasyikkan dengan isu teror Islam fundamentalis dan semakin tidak berharganya portofolio stok pasar.


Monday, January 6, 2014

IPTEK dan Futurologi

Apa yang melanda dunia saat itu, ketika analisa kaum futuris menjadi begitu laris manis jelas tak bisa dipisahkan dari gelombang evolusi sains dan teknologi yang begitu dahsyat sejak Albert Einstein merilis teori relativitas yang spesial itu pada tahun 1905. 



Tak bisa dipungkiri, Einstein sejak ide relativitas yang sebenarnya sangat kompleks itu menjadi sangat simpel dengan sebuah rumusan E = mc², ilmu fisika menjadi sangat dinamis. 

Dengannya, Einstein telah melempangkan jalan pencerahan bagi dikembangkannya internet hingga aneka senjata perang yang dibuat untuk perang dingin. Kebrilianan Einstein telah menset gerak abad ke-20. 

Namun yang terpenting, Einstein telah membuat imaje baru tentang cara membentuk masa depan: tidak dengan perang dan revolusi tapi dengan wawasan sains yang dalam. 

Jadi sangat tepat jika Fred Guterl mengawali tulisannya di Majalah Newsweek dengan kalimat pembuka, “Albert Einstein telah mengubah masa depan tanpa memenangkan sebuah pemilihan umum atau menggerakkan suatu angkatan perang. Segala yang dikerjakannya adalah ide.” 

Sejak itu abad 20 menjadi abad yang paling inovatif. Penelitian-penelitian tak lagi mengandalkan seorang jenius sekelas Einstein, melainkan sekumpulan ilmuwan cerdas di bidangnya masing-masing yang bersatu di bawah sebuah bendera penelitian bersama (lihat “Era Penelitian Paska Einstein”). 

Hasilnya, sangat dahsyat. Belum pernah sebuah abad menjadi begitu fenomenal seperti abad ke-20. Di abad inilah manusia menjejakkan kaki di bulan, di abad ini pula berbagai prinsip dasar teknologi mutakhir berevolusi dengan cepatnya. 

Fakta inilah kemudian yang membuat futurologi berkembang. “Akan ada penemuan apa lagi?” begitu pertanyaan yang menggantung di benak mereka. 

Setiap penemuan akan berdampak pada kehidupan warga dunia, lalu “seperti apa kehidupan manusia akan berubah?” begitu pertanyaan lanjutan yang lantas mereka rumuskan dalam prediksi-prediksi mereka.