Sunday, August 18, 2013

Sains Futurologi

Serta merta, nama Alfin Toffler menjadi begitu populer ketika pada tahun 1970 ia mengejutkan dunia dengan argumennya yang terkenal itu, “The Future Shock”. 



Katanya, “teknologi mengubah masyarakat dengan sangat cepat hingga suatu ketika seseorang di sebuah masa dan peradaban bisa saja mendapati dirinya sebagai orang yang terasing, lantaran tak mengikuti teknologi yang berkembang itu.” 

Argumen Toffler itu menandai lahirnya sebuah era disiplin ilmu baru bernama futurologi, sebuah disiplin ilmu meramal masa depan berdasarkan perhitungan multi sudut pandang atas fenomena yang terjadi pada hari ini. 

Sejak itu otak-atik tentang apa yang akan terjadi di masa depan semakin semarak. Futurologi, tulis Fred Guterl dari Majalah Newsweek, akan semakin berkembang pesat karena optimisme diungkapkan dengan begitu mudahnya. Dalam ulasan Fred Guterl pada sebuah edisi Newsweek terbitan tahun 2002, disebutkan bahwa futurologi lahir sebagai anak dari era perang dingin. 

Saat itu Laboratorium Riset milik militer Amerika Serikat (AS) dengan berbagai ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu mulai berkerja dengan tren analisa matematikal untuk menjawab berbagai pertanyaan, semacam: 

Seberapa cepat Soviet akan bisa membangun sebuah kapal selam baru? 

Dilanjutkan dengan AU Amerika yang bekerja sama dengan Rand Coorporation. Bersama seorang visionaris bernama Herman Kahn, mereka mulai membangun skenario tentang apa yang mungkin berlaku pada era paskaperang nuklir. 

Lalu, sebuah yayasan bernama Institut Riset Stanford mulai menggunakan metoda yang sama untuk memprediksi tren-tren kehidupan baru: 

Seperti apa kelak wajah transportasi kita? 

Sejak itu, futurologi masuk ke dalam arus besar dunia dan mulai mendapat tempat utama hingga ketika pada tahun 1970, Toffler yang mantan editor Majalah Fortune itu mempublikasikan sebuah best seller berjudul “Future Shock”, sebuah epik tentang visi bagaimana menggaungkan perubahan mutakhir mobilitas kerja, penurunan kota-kota kecil, dan lainnya telah membuat sebagian besar warga Amerika sempat mengalami stress dan disorientasi. Ribuan orang pun bergabung dengan Komunitas Futuris Dunia.

Sumber:

Kalipaksi